
Beberapa hari yang lalu saya kedatangan seorang kawan, seorang kontraktor yang rutin membangun rumah sakit. Jadi jika ada rumah sakit yang membutuhkan penambahan pembangunan apapun, rumah sakit tersebut akan menghubungi kawan saya. Sifatnya penunjukan langsung dan memang nominalnya tidak besar, tapi bisa mendapat banyak proyek.
Kawan ini menemui saya dan mengajak untuk ngobrol dan ngajakin kongkow, naik mobil barunya Fortuner baru, varian teratas. Akhirnya ditempat kongkow, kita cerita tentang politik, sosial, ekonom. Kita bicara layaknya seperti ahli ketemu ahli. Disela-sela obrolan tadi dia bertanya, bagaimana kabar bisnis saya. Saya bilang alhamdulillah bagus mampu bertahan dikondisi pandemi seperti ini. Kemudian dia bertanya, mobilmu kenapa belum ganti?
Saya jawab, untuk apa mobil? Mobilku masih cukup bagus kok. Teman saya menjelaskan, bahwa mobil itu adalah lambang kesuksesan kita. Bahwa tidak jarang orang yang memandang kita dari penampilan. First impression itu punya andil yang cukup menentukan. Secara tidak langsung, ketika kamu mau berbisnis sama orang, kamu akan melihat dulu kepantasannya. Misal, ketika membahas proyek milyaran rupiah, tapi yang kamu ajak ngomong itu orang yang baru kamu kenal, bajunya biasa, naik motor, tidak pakai barang yang branded sekalipun dibadannya, pasti kamu akan berpikir, yang dibahas milyar tapi tidak mencerminkan orang yang punya uang milyaran. Itu pendapat teman saya tadi.
Saya pikir mungkin ada benarnya juga. Aturan tidak tertulis didunia bisnis secara umum sepertinya memang seperti itu. Teman saya ini, misal mau urusan sama rumah sakit, mau mengerjakan renovasi bangunan senilai 3 milyar, datangnya naik motor, belum tentu juga pihak rumah sakitnya percaya. Lain cerita lagi jika kita memang sudah dikenal banyak orang sebagai orang sukses, mau pakai baju apapun, barang apapun, bebas. Seperti almarhum Bob Sadino, kemana-mana pakai celana pendek. Banyak orang sudah tahu dia orang yang sukses. Misal Sandiaga Uno ke acaranya Deddy Corbuzer hanya naik Nissan Livina. Tapi hampir semua orang tahu siapa itu Sandiaga Uno.
Mungkin yang disampaikan teman saya ini ada benarnya. Tidak jarang kita, untuk menarik perhatian orang lain, butuh sesuatu yang menunjang apa yang kita bicarakan. Bisa jadi untuk tahap awal saja. Nanti kalau sudah kenal dan mereka sudah tahu kualitas kita, tidak mengapa kita menjadi diri sendiri. Ada seorang teman saya, ketika akan bertemu dengan klien kakap, dia menyewa mobil agar terlihat keren. Saya bisa sepakat untuk hal ini, meski sebenarnya saya bukan penganut mazhab; bahwa harus terlihat keren untuk menarik perhatian lawan bisnis saya.
Ayah saya mengajarkan kepada saya sewaktu saya kecil dulu dan nasihat tersebut masih saya pegang teguh sampai sekarang. Nasihatnya seperti ini, keren itu dari hati dirimu lah yang menentukan kamu layak menjadi juara apa tidak, bukan orang lain, intan tetap lah intan, meski belepotan lumpur. Jadi pandangan saya sedikit berbeda dengan pandangan kebanyakan orang.
Orang memakai jam mahal, jas mahal, kalung emas, dll dipandangan saya, mereka merasa kurang percaya diri dengan dirinya sndiri, tapi tentu saja hal ini merupakan penilaian saya pribadi. Jadi saya merasa cukup nyaman dengan apa yang saya punya. Baju saya juga bukannya baju yang mahal, yang penting rapi dan pantas. Jam tangan saya bukan merek yang puluhan juta, yang penting bisa untuk melihat waktu. Kendaraan juga, saya lebih suka beli kendaraan second yang umurnya sudah 5 tahun. Karena biasanya mobil yang sudah 5 tahun, nilainya sekitar 65. Jika saya membeli mobil baruharganya 500 juta dan jika saya beli mobil yang umurnya sudah 5 tahun, harganya kurang lebih 325 juta rupiah. Teknologinya tidak jauh berbeda dan bisa berhemat 175 juta.
Saya pribadi, jika memang belum mampu, lebih baik tidak berhutang. Tidak semuanya juga tidak boleh berhutang. Sya akan memilih untuk berhutang ketika hutang ini, hasilnya akan lebih baik daripada saya tidak berhutang. Maksudnya sperti ini, misalnya membeli rumah harga 500 juta dan kita tidak mampu membeli dengan cash tetapi mampu dengan kredit kita lihat terlebih dahulu hitungannya.
Jika kita membeli rumah seharga 500 juta, DP 150 juta, margin bank 7% pertahun, dan rencananya lunas dalam tempo 5 tahun, maka cicilan yang perlu dikeluarkan sebulannya kurang lebih sebesar 6,9 juta rupiah biaya bank, untuk notaris kita abaikan dulu.
6,9 juta x 60 bulan = 424 juta + DP 150 juta = total nilai rumahnya adalah sebesar 564 juta rupiah. Terdapat kenaikan sebesar 64 juta rupiah dalam 5 tahun. Sedangkan 5 tahun lagi nilai rumah tersebut mungkin sudah seharga 650 juta. Masih masuk akal jika memutuskan untuk mengkredit rumah, tapi pastikan Anda mampu membayar cicilan bulannya.
Tetapi rumah dan mobil berbeda. Jika membeli mobil, maka mobil Anda akan depresiasi atau penurunan nilai. Penurunan nilai itu seperti apa? Contoh sederhananya seperti ini, kita ingin membeli mobil baru seharga 500 juta, DP 30% sebesar 150 juta rupiah dan akan kita cicil selama 5 tahun atau 60 bulan, dengan cicilan sebesar 8.124.000 rupiah setiap bulannya.
Jadi, 8.124.000 x 60 = 493 juta + DP 150 juta = 643 juta. Jika Anda membeli mobil senilai 643 juta, 5 tahun lagi ketika Anda menjual mobilnya nilainya menurun menjadi 325 juta. Ada selisih sebesar 318 juta yang menguap.
Kembali kecerita utama, saya tidak banyak membantah pandangannya tentang first impression, karena mungkin ada benarnya juga. Namun saya tetap lebih suka seperti ini dan teman serta mitra bisnis kami juga sudah tahu saya seperti apa, kalaupun mereka memperkenalkan saya kepada mitra bisnisnya, maka sebelumnya mereka sudah menjelaskan kepada mitra bisnisnya untuk melihat saya dari kualitas.