Young businessman working from his office and counting cash money
Pic From Freepik

Paham tentang keuangan itu perlu bagi siapapun dan dengan profesi apapun. Menurut saya, orang bisa kaya atau bahkan bisa jadi kaya sekali dengan hanya menguasai ilmu uang atau kecerdasan finansial. Pebisnis pun bisa kaya dan sukses karena dia paham tentang uang. Pebisnis yang tidak paham tentang uang, tidak bisa membaca laporan keuangan, apalagi tidak melakukan pencatatan keuangan, memiliki potensi untuk jatuh secara finansial. Terkadang penjualan banyak tapi di kas pada akhir bulan dananya minus. Setelah diteliti, ternyata penjualan itu masih berupa DP dan belum jadi laba ditahan tapi uangnya sudah terlanjur dipakai untuk beli motor baru. Akhirnya pun bingung akhir bulan tidak bisa untuk membayar gaji karyawan dan kewajiban lainnya. Oleh karena itu, menurut saya kecerdasan finansial itu sangat diperlukan. Dan yang namanya kecerdasan itu, tentunya tidak datang langsung. Tetapi terbentuk oleh sebuah kebiasaan. Lalu, kapan sebaiknya kita melek secara finansial? Kenapa saya bicara begini? jangan sampai seorang anak jadi rakus akan harta.

Saya berbicara berdasarkan pengalaman saya sendiri. Banyak teman saya, yang terlalu dimanja oleh orang tuanya, dengan memberikan uang jajan berlebih. Jadi saya ingat sekali waktu saya SD, ada seorang teman yang uang sakunya 100 ribu rupiah sehari. Ini teman jadi mentraktir teman-temannya dan bergaya jadi bos kecil. Ini bukannya seorang atau dua orang, melainkan banyak. Itu zaman ketika saya SD. Saya rasa saat ini pasti ada  orang tua yang memberikan uang jajan secara brutal kepada anaknya. mungkin saja sehari sejuta. Bisa saja orang tuanya kaya yang hartanya gak abis untuk tujuh turunan. Untuk seorang sultan, hal tersebut bebas. Tapi kasihan,  nanti kedepannya anak anak jadi tidak bisa menghargai uang. Dikira cari uang gampang, karena tinggal minta uang sama bapaknya saja. Namun sering juga kita lihat banyak anak orang kaya yang semakin habis hartanya, bahkan menghabiskan harta orang tuanya, karena mereka tidak tahu bagaimana caranya mengelola keuangan. Terutama, mereka tidak tahu bagaimana caranya membuat uang datang kepada mereka. Teman teman saya banyak yang seperti itu.

Cara mengajarkan keuangan pun berbeda di setiap umurnya. Mungkin waktu masih kecil, seorang anak diajari dulu pengalaman menabung. Seiring dengan waktu, diajarkan caranya memanfaatkan tabungan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Sampai akhirnya diajarkan bagaimana caranya berjualan, berbisnis, hingga berinvestasi. Saya dari dulu sampai sekarang gak pernah tahu, berapa gaji orang tua saya. Pernah nanya sekali tapi tidak dikasih tahu. Kata ayah saya, ngapain tahu gaji orang tua kalau nanti hanya untuk dibanding bandingkan dengan gaji orang tua teman. Dan pesan ayah saya juga; yang penting bukan tentang berapa besar gaji yang diperoleh, namun seberapa pintar seseorang itu mengatur keuangannya. Hanya sekali itu saja saya bertanya mengenai gaji ayah saya. Selanjutnya sampai sekarang pun saya gak pernah tahu berapa gaji ayah saya dulu.

Saya pikir, ada benarnya juga hal seperti itu diterapkan kepada saya. Akhirnya saya jadi sangat berhati hati dalam menggunakan uang. Saya saat SMA sudah tinggal jauh dari orang tua. Orang tua saya tinggal di Kalimantan karena kerja disana dan saya tinggal di Malang, ngekost. Sampai Kuliah saya juga jadi anak kost lagi, tapi saya kuliah di surabaya, ngekost di surabaya. Teman teman saya yang sama sama dari luar pulau, ketika awal bulan biasanya kan menerima uang kiriman dari orang tuanya, langsung beli segala macam barang yang lagi trend kala itu. Misalnya ada grup band kondang baru rilis album baru, langsung mereka punya kasetnya. Dulu masih jamannya kaset. Bagi yang suka komik, beli komik.Juga ada yang beli PS1 beserta gamenya. Saya tidak punya kemudahan seperti itu. Uang jajan saya termasuk yang sedikit. Dan perihal uang jajan pun, saya ditanyakan dulu sama ayah saya, saya ingat betul, dulu ditanya estimasi pengeluaran satu bulannya berapa. Saya hitung; uang sekolah berapa, uang jajan sehari hari berapa, uang nonton bioskop sebulan dua kali berapa, saya ingat betul dulu harga nonton bioskop di dinoyo teater cuman 2500 rupiah, dan biaya biaya lain lain. Kemudian estimasi biaya itu tadi saya serahkan ke ayah, dan di acc. Sedang saya tahu benar teman-teman saya mendapatkan uang jajan itu berdasarkan asumsi orang tuanya. Semisal teman yang berasal dari kalimantan,  maka orang tuanya langsung menyesuaikan kebutuhan anaknya dengan biaya kalimantan sebagai standar. Jadi kalau dulu, jajan di balikpapan senilai 2000 rupiah, di malang harganya sekitar 500 rupiah. Saya soalnya pernah merasakan satu mangkok bakso seharga 500 rupiah, sesuai dengan lagunya melisa, penyanyi cilik hits waktu itu.

Kembali ke cerita tadi. Tentu dengan demikian, karena yang dijadikan patokan adalah biaya dari daerahnya masing masing, akhirnya uang jajan teman teman saya brutal. Dan ya namanya anak yang biasa dapat uang jajan lebih, ada saja yang dibeli. Tapi saya beruntung juga, saya bisa pinjam kaset-kaset terbaru kepada teman-teman yang sempat beli kaset tersebut sebagai barang koleksi. Karena saya terbiasa mencatat pengeluaran saya dari saya SMA, kebiasaan ini terus terbawa sampai saya kuliah, sampai saya lulus, dan sampai sekarang. Saya jadi punya buku keuangan sendiri, meski tentu tidak terlalu sesuai sama kaidah akuntansi, tapi saya bisa baca dan saya tahu uang saya masuk dari mana, dan keluar buat apa. Mungkin bagi sebagian orang, mencatat uang itu adalah hal yang gak perlu, toh tinggal mutasi rekening saja bisa kok. Tapi bagi saya, itu perlu. Saya dulu bisa beli hp Sony ericsson tipe termewah pada zamannya, p910 ya, seperti PDA bentuknya, ada stylus dan touchscreen, ya karena saya tahu berapa banyak saya harus menabung, dan berapa besarnya tabungan saya secara update, dan semua ini akan menjadi kebiasaan, hal catat mencatat itu ya. Karena sudah terbiasa, maka kita juga secara otomatis lebih melek tentang keuangan.

Ibarat seperti naik mobil, kita punya dashboard. Kapan kita harus ngerem, kapan kita harus ngebut, gimana kondisi bbm kita, gimana temperatur kita. Semuanya bisa dilihat di dashboard. Demikian juga dengan bisnis. Dashboardnya adalah dari laporan keuangan. Dari situ kita bisa melihat bagaimana penjualan, produksi, pengeluaran dan juga pemasukan. Karena ini adalah sebuah kebiasaan, jadi, kalau ada yang tanya kapan sebaiknya kecerdasan finansial ini dibangun,  jawaban saya adalah sedini mungkin. Jika sekarang anda masih duduk dibangku sekolah, sekarang adalah saat memulai. Jika sekarang anda sudah berumur 30 tahunan dan meniti karir di sebuah perusahaan, sekarang juga waktunya untuk memulai. Jika sekarang anda sudah berusia 60 tahun, sekarang juga saatnya untuk memulai. Jangan menunda untuk masalah ini.

Jika Anda memiliki masalah dalam bisnis Anda, atau memiliki pertanyan seputar bisnis dan ingin berdiskusi lebih lanjut hubungi kami:
WA – 082299988983 atau email – bantubisnismu@gmail.com