
Beberapa hari yang lalu, saya ketemu sama seorang teman yang usianya jauh lebih senior sama saya. Orang keturunan China. Dia bukan pengusaha besar, bisa dibilang beliau ini seorang pedagang, punya beberapa toko kecil di pasar salah satunya ada di Pasar Besar Malang. Jualannya juga bukan barang-barang mahal. Dia menjual ATK, mainan anak-anak yang harganya murah, kalau mahal pasti masuk mall. Beliau ini masih mengurus sendiri tokonya. Dia stay disalah satu tokonya, menjajakan dagangannya. Saya tidak sengaja bertemu lagi dengan dia dan kamipun bertukar cerita.
Menariknya beliau belum punya rumah sendiri. Memang dari awal saya kenal, dia memang belum punya rumah. Dulu saya tahu dia punya dua ruko, tapi saat ini dia memiliki 4 ruko. Dan si om ini juga tidak memiliki mobil. Dalam perbincangan itu, iseng saya bertanya,
“Om, kok kemana-mana masih naik motor sih. gak beli mobil? sekarang harga mobil ada yang gak terlalu mahal kok.”
Jawabannya menarik. Menurut dia, buat apa punya mobil kalau jarang dipakai. Dia bercerita mobil sedan itu, bisa muat 5 orang. Kalau dia yang nyetir sendiri sebuah mobil yang bisa mengangkut 5 orang, maka itu namanya pemborosan. Kenapa? karena bensin mobil yang mengangkut 1 orang dengan 5 orang, sama. Belum lagi mobil itu ada biaya penyusutan. Misalnya seperti ini, sebuah mobil jika beli cash anggaplah harganya 400 juta. Dalam setahun mungkin akan ada penyusutan senilai 30 juta. Jadi kalau beli second yang selisih tahunnya hanya setahun, paka akan lebih hemat 30 juta, seharga 370 juta. Belum lagi kalau belinya kredit. Mobil yang harganya 400 juta, kalau dicicil, mungkin harganya naik jadi 550 juta, namun bisa dicicil selama 3 tahun. Begtu dijual harganya turun jadi 370 juta.
Apalagi beliau ini juga jarang banget naik mobil bersama keluarganya. Kalau dia butuh mobil untuk keluar kota, atau untuk keluar jalan-jalan bersama keluarga, lebih baik sewa. Kemana-mana lebih nyaman naik motor, bensin dan biaya perawatannya lebih murah.
Dia juga mengatakan, buat apa beli rumah banyak. Kata beliau investasi rumah bukanlah investasi yang baik. Kenapa? Misal kita memiliki uang 500 juta, bisa dapat satu rumah yang cukup lumayan lah. Tapi kita perlu biaya renovasi, bayar pajak dan jika kita jual belum tentu harganya cepet naik dan cepet cair.
Saya pribadi, pernah sekitar 2 tahun yang lalu menginap di sebuah villa daerah Terawas untuk acara keluarga. Villa tempat saya menginap saat itu besar sekali. Ada banyak kamar, rumah utama dan beberapa kamar disekitar rumah utama. MUngkin sekitar 15 kamar. Ada taman, kolam renang dan hall diluar rumah utama. Iseng saya ngobrol sama yang bapak yang menjaga villa tersebut dan saya dapat informasi bahwa villa tadi dibangun dengan harga 15 Milyar. Sewa sehari untuk villa ini adalah 5 juta rupiah. Biasanya disewa sabtu minggu. Jika setiap sabtu villa ini disewa ada pemasukan sebesar 20 juta rupiah. Lumayan juga ya? Tapi jangan lupa, 20 juta ini modal awalnya adalah 15 Milyar. Berarti sebulan profitnya hanya 20juta/15Milyar x 100%, atau 0,133 persen, kecil sekali.
Jika villa ini hanya 0,133 % sebulan atau 1,6% perbulan, dibandingkan deposito saja jauh sekali dibawah deposito. Dan 20 juta itu masih gross belum dipakai untuk biaya perawatan termasuk gaji orang-orang yang kerja menjaga villa tersebut. Tapi kan harga villanya naik? Mungkin harganya naik, tapi jika tidak ada yang mampu beli karena harganya sudah terlewat mahal, ya terpaksa jual dengan harga dibawah harga pasar. Ataupun jika waktu membutuhkan uang, bisa jadi dijual dengan harga lebih murah dari pada harga belinya.
Kembali ke orang Cina kenalan saya tadi. Menurut dia, daripada beli rumah, menurutnya lebih mending beli ruko untuk disewakan. Rumah biaya perawatannya mahal. Padahal tidak mesti sewa sewa ruko lebih menguntungkan ya. Jika dia butuh uang likuid, ruko juga tidak bisa langsung dijual.
Di Malang juga ada atau banyak, ruko kosong belum laku disewakan. Namun cara berpikir orang Cina ini memang agak nyeleneh. Kenapa beli mobil kalau bisa sewa, kenapa beli rumah kalau bisa menginap dihotel? Toh menginap juga tidak setiap hari. Mungkin juga sebulan sekali atau sebulan duakali. Dia beli karena efisien, bukan karena ingin keliatan keren. Tinggal kita, apa mau menempuh jalan seperti orang Cina tadi? Atau tidak? Itu kembali kepilihan masing-masing.