Pict by Freepik

Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh bisnis yang pemiliknya lebih dari satu orang adalah masalah peran dalam perusahaan. Misal ada sebuah perusahaan yang didirikan oleh tiga orang, dimana masing-masing dari mereka menyetorkan uang untuk membangun perusahaan dan besaran uang yang disetorkan tidak sama.

Misal A menyetorkan 40 juta, B 100 juta dan C 10 juta. Tiga orang ini seorang pekerja kantoran dan professional, sehingga waktunya terbagi antara pekerjaan dengan bisnis yang mereka bangun ini. Oleh karena ini mereka memutuskan untuk merekrut seorang manajer dan staff untuk operasional harian. Kemudian mereka bertiga mengangkat diri menjadi direksi.

Setiap keputusan yang perlu diambil diperusahaan itu, harus dengan seijin 3 orang pemilik tadi. Ketika 2 orang setuju, yang satu tidak setuju, maka akan dicarikan keputusan lainnya sampai 3 orang ini sepakat. Karena hal ini, gerak perusahaan semakin lambat karena semua orang ingin mengatur. Si B sebagai investor yang paling besar merasa khawatir melihat perusahaan berjalan lambat dan cenderung menurun. Si C meski nilai investasinya paling kecil, tapi dia merasa bahwa dia punya kemampuan untuk membawa perusahaan ini jadi lebih baik, tapi keputusannya selalu bertabrakan dengan dua temannya.

Saya merasa kejadian ini sepertinya pernah dialami oleh teman-teman yang bisnisnya didirikan lebih dari satu orang. Lalu solusinya bagaimana? Pertama harus kita bedakan mana yang investor dan manajemen. Dua peran ini sangat berbeda. Perlu disepakati siapa saja yang akan menjadi investor dan operator bisnis. Peran ini bisa dijalankan ganda, artinya investor bisa berperan sebagai operator.

Baiknya pemilik saham menunjuk siapa yang dipercayai untuk menjadi direktur, sebagai ketua dari operator. Misalnya dalam kasus tadi, si C ditunjuk menjadi direktur karena dirasa punya kemampuan dan waktu luang lebih banyak, maka lainnya jadi investor murni saja. Dimana investor tidak bisa langsung terjun ke manajemen, tidak bisa langsung menegur staf, supervisi maupun manajer, yang mana mereka itu berada dibawah direktur.

Investorpun tidak semuanya bisa menegur direktur secara langsung. Ada mekanismenya. Jika cuma tiga orang, dimana satu menjadi direktur, dua orang lainnya bisa menegur langsung. Tapi jika investornya ada 10 orang? Tidak bisa semua investor langsung menegur direktur karena pekerjaan direktur tidak hanya melayani teguran dari investor.

Dengan demikian investor baiknya menunjuk seorang atau beberapa orang komisaris sebagai pengawas pekerjaan dari manajemen. Jika direkturnya juga merupakan seorang investor, maka dia akan mendapatkan gaji dan hak investor berupa bagi hasil. Jika direktur mau mengangkat salah satu investor menjadi tim manajemen, maka orang ini pun harus digaji.

Bagaimana jika bisnis masih baru dan belum ada dana untuk menggaji? Apa yang harus dilakukan? Apakah tetap bergaji? Menurut saya iya. Karena digaji, maka ada tanggung jawab. Investor tidak ada kewajiban untuk bertanggung jawab, malah harusnya manajemen termasuk direksi yang bertanggung jawab kepada investor.

Saya punya pengalaman ditanyain tentang perihal investor dan owner. Jadi beberapa tahun yang lalu owner sebuah perusahaan kuliner yang sedang berkembang datang menemui saya dan bertanya; bagaimana caranya cari investor yang amanah untuk membuka beberapa cabang rumah makan baru?

Saya heran dan saya tanya, investor amanah yang bagaimana maksudnya? Dia jawab investor amanah itu investor yang tidak ikut campur kedalam bisnis. Saya terangkan bahwa yang harus amanah itu malah direkturnya karena direktur yang dititipi amanah. Jika Anda, sebagai pebisnis amanah dalam menjalankan amanah dari pemegang saham, maka investor akan tenang kok. Banyak orang ingin saran dan masukan diterima oleh operator bisnis karena mereka peduli. Mereka pastinya tidak ingin kehilangan investasi mereka dibisnis tersebut.

Bahkan saya mendapat sebuah pembelajaran dari mentor saya om orang Cina. Jadi menurut si om, kenapa orang Cina, meski minoritas, secara ekonomi lebih kuat daripada orang pribumi? Jawabannya adalah karena mereka melakukan apa itu yang namanya berjamaah. Sedangkan orang pribumi banyak yang mau jalan sendiri-sendiri. Semuanya ingin menjadi raja kecil sendiri.

Maksudnya, jika saya mendapat proyek senilai 1M dan saya memiliki uang 1M, maka saya tidak akan menggunakan uang saya 1M untuk mendanai proyek tersebut. Melainkan saya akan mencari teman-teman saya yang juga memiliki uang 1M, sebanyak 9 orang lagi. Masing-masing dari kami menyetorkan modal sebesar 100 juta rupiah, sehingga akan terkumpul uang sebanyak 1 Milyar untuk menjalankan proyek tadi.

Kalau begitu untungya akan kecil, karena dibagi 10 orang? Tentu saja. Tapi kami punya backup dana sebesar 9 Milyar, ari 900 juta dikali 10 orang. Sehingga jika proyek tersebut ada kendala, kami punya banyak sumber daya untuk mengamankan proyek tersebut. Misal, ada masalah hukum dan legal, kami bisa meng-hire pengacara dan kami punya dana untuk itu.

Sedangkan, orang pribumi punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan proyek 1M dan dia punya uang sebanyak 1,5M, dia langsung ambil proyeknya dan dikerjakan sendiri. Dia masih memiliki uang 500 juta sebagai backup. Ketika proyek sudah berjalan 80% berarti 800 juta dana sudah keluar  dan jika tiba-tiba ada masalah dengan proyek tersebut, maka akan kacau. Proyek terhambat, denda, belum lagi jika ada masalah legal-sosial. Dananya terkuras untuk memberesi hal nonteknis dilapangan sehingga harus jual ini itu dan akhirnya bangkrut.

Lebih baik kita membagi peran antara investor, direksi dan komisaris, jangan semuanya ingin terlibat dan campur aduk. Masing-masing pihak punya tanggungjawab. Bagi direksi dan manajemen tanggung jawabnya kepada komisaris dan yang dipertanggung jawabkan adalah kinerjanya. Jika perusahaan merugi yang pertama digantung adalah direkturnya. Komisaris bertugas untuk mengawasi direksi dan manajemen. Jika perusahaan rugi karena direksi tidak diawasi oleh komisaris, maka komisarisnya juga digantung dan komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.

Leave a Reply